Career
Smart Mama Story: Felia Kharissa
Bagi Felia Kharissa (Icha), terlibat langsung dalam tumbuh kembang sang buah hati sangatlah penting. Alasan itulah yang kemudian membuat dirinya beralih profesi.
Mama dari Anela Kaylea Bondjol, 8 tahun, menyadari bahwa karirnya sebagai pengacara akan menyita hampir semua waktunya. Tak ingin melewatkan milestone Anela, istri dari pengacara Afrian Bondjol ini pun kemudian memutuskan untuk meninggalkan profesinya sebagai pengacara. Simak obrolan SmartMama bersama mama Icha berikut ini yuk, mams!
SM: Dari seorang pengacara menjadi entrepreneur, bagaimana awal mulanya?
FK: Saya senang sekali bekerja di bidang hukum, sampai sekarang pun masih senang. Akan tetapi ketika status saya berubah menjadi mama, saya menyadari bahwa tidak mungkin saya dan suami (yang sama-sama berprofesi di bidang hukum) pergi pagi dan pulang malam setiap hari. Saya sebagai mama sadar untuk mengalah dan mencoba bekerja di bidang lain, yakni bidang pekerjaan yang dapat dilakukan dari rumah. Dengan begitu saya tetap dapat mengawasi tumbuh kembang putri saya, Anela.
Awalnya saya masih mencoba berbagai jenis pekerjaan, namun pada akhirnya saya dapat menemukan bidang yang benar-benar saya sukai, yaitu di bidang hospitality dan pertanian.
SM: Apa yang melatarbelakangi ketertarikan Icha pada bidang hospitality dan edible flowers?
FK: Saya dan suami punya tanah yang lumayan luas di daerah Cisarua, namun saat itu tanah tersebut masih terbengkalai karena saat itu penyakit asma saya sedang kambuh. Penyakit asma saya membuat saya tidak bisa ke daerah dingin dan lembab. Ketika sudah sehat, saya meninjau lahan saya tersebut dan terus terang keadaannya menyedihkan dan tidak terawat. Saya paling tidak suka apabila memiliki aset yang tidak dapat dimanfaatkan potensinya. Lantas saya ajak suami berdiskusi, akhirnya suami setuju bahwa lahan tersebut akan kita buat menjadi guesthouse yang bernuansa peternakan Inggris.
Seorang teman dekat saya yang tahu kalau saya hobi berkebun dan menanam bunga, memberi ide untuk membuat edible flower farm, dia bilang saat ini bisnis tersebut sedang berkembang. Kebetulan flower farm sesuai konsepnya dengan farm guesthouse kami, jadi saya mulai membuat green house dan raised beds untuk memastikan bahwa tanaman yang saya tanam organik dan bebas pestisida.
Kami memberi nama guesthouse kami Harvest Mountain, dan Harvest Mountain Organics untuk flower farm kami.
SM: Sejak kapan bisnis tersebut mulai berdiri dan bagaimana mengawalinya?
FK: Saya memulai bisnis ini sekitar tiga tahun yang lalu. Manajemen guesthouse saya pelajari dengan mengacu pada sistem manajemen dan servis milik hotel-hotel favorit saya. Saya mencoba berkaca terhadap diri sendiri, apa yang saya inginkan apabila saya adalah seorang pelanggan. Selanjutnya, guesthouse kami pasarkan melalui internet, salah satunya lewat media sosial Instagram.
Sedangkan edible flowers, saya mempelajari melalui buku-buku dan majalah botani, kebetulan pekerja saya juga sangat terampil dan berdedikasi. Setelah bunga mulai dapat dipanen, saya dan teman menawarkan door-to-door , mendatangi restoran-restoran bintang lima dan fine dining untuk membagikan sample. Sampai akhirnya kami mulai ada pelanggan. Saya bersyukur ternyata bisnis ini bukan hanya menghasilkan namun dapat berkembang. Guesthouse saya mulai dikenal orang dan mendapat tanggapan yang baik dari para tamu. Edible flowers saya juga saat ini sudah men-supply lebih dari 10 buah restoran fine dining dan bintang lima di Jakarta Selatan.
SM: Tantangan yang dihadapi saat menjalani bisnis ini?
FK: Untuk guesthouse, tantangan saya adalah “mendisiplinkan” beberapa pengunjung untuk mentaati peraturan dalam “House Rule” saya. Kadang masih agak sulit untuk mengajak mereka untuk menjaga kebersihan dan agar lebih tepat waktu untuk check out. Sebagai pengacara, saya dan suami berupaya membuat peraturan demi keamanan dan kenyamanan bersama, agar semua nyaman berada di guesthouse kami.
Untuk edible flowers, tantangan saya yang terbesar adalah bila musim hujan datang. Walaupun sudah ditanam secara indoor, tetap saja ada resiko tanaman menjadi busuk karena tingginya kelembaban di Cisarua.
SM: Bagaimana Icha memandang bisnis ini kedepannya?
FK: Saat ini saya sedang membangun empat buah loft style villa lagi di Harvest Mountain Farm Guesthouse. Kalau memang ada rejeki, saya ingin memiliki function room, karena para chef senior kenalan saya ingin mengedukasi chef-chef muda mengenai edible flowers, atau membuat “culinary camp” . Saya ingin sekali dapat menjadi bagian dalam memajukan anak-anak bangsa dengan menyediakan tempat pelatihan tersebut.
Sedangkan untuk bisnis saya di bidang edible flowers, ke depannya saya ingin dapat melakukan pengiriman ke seluruh Indonesia. Saya senang sekali ketika Bapak Stefu Santoso, sebagai President of the Association of Culinary Professionals Indonesia, mengundang saya dan Harvest Mountain Organic Farm di acara Food and Hotel Indonesia 2019. Suatu kesempatan emas di mana saya berjumpa dengan chef-chef kenamaan internasional, dari Swiss, Perancis , Malaysia, China dan berbagai negara peserta lainnya, sehingga saya dapat memperkenalkan edible flowers dari Indonesia dan juga flower tea sebagai produk dari Harvest Mountain. Mereka sangat menyukai produk saya tersebut bahkan membeli dan mempromosikan ke teman-temannya.
SM: Apakah ada ketertarikan merambah bisnis di bidang lain?
FK: Saat ini saya masih fokus mengembangkan apa yang sudah ada. Tetapi kalau saya berkesempatan memajukan nama Indonesia, tentu saya ingin sekali.
SM: Menjalani tiga peran, sebagai mama, istri, dan pengusaha, bagaimana Icha menjaga agar semuanya tetap seimbang?
FK: Saya berusaha mengerjakan semuanya sebaik mungkin. Disiplin, kerja keras dan manajemen waktu sangat membantu. Bagi saya, Anela adalah yang utama, saya selalu mengusahakan ada waktu berdua dengan Anela setiap hari. Baik pada saat makan malam, shalat berjamaah, ke salon berdua, atau kegiatan favorit dia, yaitu menonton TV atau bioskop berdua. Saya juga selalu hadir di setiap recital dan pertunjukkannya. Anela adalah anak yang aktif, dan dia sering tampil untuk pertunjukkan piano, harpa ataupun sekedar pertunjukkan di sekolah.
Saya juga sering mengajak Anela untuk ikut saya bekerja, ikut menawarkanedible flowers door to door, ataupun ketika saya melakukan evaluasi dan inspeksi di guesthouse. Dengan begitu ia jadi tahu bahwa diperlukan kerja keras untuk memperoleh uang. Setelah uang terkumpul, baru kita bersenang-senang.
Sedangkan dengan suami, saya biasakan membahas berbagai hal pada saat sarapan. Suami saya sangat suportif dan optimis, ia selalu mendorong saya untuk maju dan berkreasi. He’s my support system, my strongest motivation.
Bagi saya, yang terpenting dari semua itu adalah quality time minimal satu kali dalam setahun dimana kami bisa pergi berlibur bertiga, road trip ke tempat-tempat yang indah. (Tammy Febriani/KR/Photo: Doc. Felia Kharissa)