Parenting
“Love Each Other”, Saling Menyayangi di Tengah Keberagaman
Bagaimana ya, agar konsep saling menyayangi – terutama di kalangan anak – anak- dapat terus diwujudkan dalam kehidupan sehari – hari, tanpa memandang perbedaan suku, agama, atau ras tertentu?
Pertanyaan tersebut spontan muncul sebagai reaksi dari fenomena intoleran yang terjadi belakangan ini di Indonesia. Jujur saja, kami sebagai orang tua merasa khawatir dengan proses tumbuh kembang dan pergaulan anak – anak di era kini.
Liza Marielly Djaprie, psikolog sekaligus mama dari 4 orang anak Taqi (16), Raffi (9), Keeva (5) & Paz (3) mengutarakan pendapatnya, “Anak – anak adalah peniru ulung. Saya rasa yang harus kita lakukan untuk membangun bangsa yang berbhineka adalah dengan tidak tinggal diam saat melihat peristiwa intoleran di sekitar kita, dan mulai introspeksi diri. Sudahkah saya toleran terhadap orang lain?”
Mengapa hal ini terjadi?
“Saya katakan siapapun yang ‘akarnya’ tidak kuat, akan mudah terprovokasi ombak pendapat yang menyesatkan. Kedua, we live in a stressfull world; sehingga kita cenderung menjadi lebih sensitif sekaligus rapuh – tidak mampu berkompromi dengan perbedaan pendapat sehingga rentan memicu emosi,” ungkap Liza.
Berikut tip menumbuhkan sikap toleran pada anak – anak, yang dapat mulai diajarkan sejak usia batita:
1. Children see, children do. Anak – anak adalah peniru ulung. Maka sebisa mungkin Anda dan keluarga memberikan contoh melalui kebiasaan menghormati, memahami, serta menghargai perbedaan pendapat & keyakinan orang lain.
2. Berikan contoh konkrit. Anak – anak tidak bisa memahami segala sesuatu yang absurd. Mari mulai bangun kebiasaan saling berbagi, bermain bergantian, atau konsekuensi bila mereka tidak toleran terhadap sesama.
3. Repetisi. Diperlukan proses berulang – ulang untuk menanamkan kebiasaan baik pada Si Kecil. Jangan lelah untuk terus mengingatkan kepada mereka tentang konsep kasih sayang yang bersifat universal, menyayangi sesama, dan menghargai perbedaan.
Lalu, apa yang harus kita jelaskan tentang perbedaan keyakinan ?
Buka percakapan bahwa Tuhan menciptakan manusia dalam kondisi yang berbeda – beda. Hal ini memungkinkan kita dan sesama memiliki perbedaan warna kulit, agama, hingga suku. “Anak – anak membutuhkan penjelasan bahwa perbedaan tersebut wajar terjadi. Its fine. So lets embrace our differences,” tutup psikolog yang juga memiliki hobby traveling tersebut. Yes. Let us love each other. (Nathalie Indry/KR/Photo: Istockphoto.com/Various)