Health
Mengenal Penyakit Cacar Monyet pada Si Kecil
PMams, saat ini penyakit cacar monyet (monkeypox) tengah menjadi perhatian dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan, per hari Minggu, 22 Mei lalu, terdapat 92 kasus cacar monyet yang dikonfirmasi dari 12 negara.
Monkeypox merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui binatang (zoonosis).
Penyakit ini bisa menular pada manusia karena terjadinya kontak dengan monyet, tikus gambia dan tupai, atau mengonsumsi daging binatang yang sudah terkontaminasi. Inang utama dari virus ini adalah rodent (tikus).
Risiko Penularan Cacar monyet pada Si Kecil
Dikutip dari Detik, penyakit ini diklasifikasikan ke dalam kategori zoonosis atau penyakit yang menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Namun menurut Guru Besar Virologi dan Imunologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (Unair), Prof. Dr. drh. Suwarno, Msi., saat ini mulai terdapat kecenderungan cacar monyet menular antar manusia.
Virus monkeypox ini dikatakan dapat ditularkan ke manusia ketika ada kontak langsung dengan hewan terinfeksi (gigitan atau cakaran), pasien terkonfirmasi monkeypox, atau bahan yang terkontaminasi virus, termasuk didalamnya pengolahan daging binatang liar.
Proses penularan virus dari hewan ke manusia terjadi karena adanya virus yang masuk melalui kulit yang rusak, saluran pernapasan, atau selaput lendir (mata, hidung, atau mulut).
Sedangkan pada penularan antar manusia, yakni melalui kontak dengan sekresi pernapasan, lesi kulit dari orang terinfeksi maupun benda yang terkontaminasi.
Prof. Suwarno menegaskan, meski menular, Mams tidak perlu terlalu khawatir namun tetap waspada terhadap cacar monyet.
“Biasanya, penderita monkeypox dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 14 sampai 21 hari. Walau begitu, monkeypox juga bisa berakibat fatal jika pasien mengalami infeksi sekunder atau komplikasi,” tegasnya.
Risiko komplikasi semakin tinggi pada Si Kecil yang terekspos banyak virus atau memiliki imunitas tubuh yang lemah. Dilansir dari WebMD, pada beberapa kasus, Si Kecil akan mengalami lesi atau bekas luka pada kulitnya. Bahkan, 10% diantaranya dapat mengakibatkan kematian.
Komplikasi serius yang mungkin saja dialami Si Kecil termasuk diantaranya adalah adanya infeksi seperti:
*Ensefalitis atau radang otak, suatu kondisi dimana terjadi peradangan pada jaringan otak yang dapat menyebabkan gejala gangguan saraf.
*Sepsis, yaitu peradangan ekstrem akibat infeksi yang berpotensi mengancam nyawa.
*Bronkopneumonia, adalah peradangan pada pipa saluran pernapasan (bronkus) dan kantung kecil di paru-paru (alveoli).
*Infeksi pada kornea, dimana kondisi inidapat memengaruhi kemampuan penglihatan Si Kecil.
Pengobatan Cacar Monyet
Tidak ada pengobatan khusus yang direkomendasikan untuk penyakit ini. Dokter mungkin akan menyarankan beberapa hal ini untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan mencegah komplikasi serius.Diantaranya adalah istirahat cukup, mengonsumsi banyak cairan, dan obat-obatan yang dapat menyamankan Si Kecil. Beberapa dokter mungkin juga akan menyarankan vaksin cacar, antivirus, dan vaccinia immune globulin (VIG) untuk membantu mengendalikan penyebaran cacar monyet.
Vaksin cacar direkomendasikan karena pada penelitian awal menunjukkan bahwa mereka yang divaksinasi cacar memiliki perlindungan yang lebih terhadap cacar monyet, sehingga penyakit yang diderita lebih ringan.
Pencegahan Cacar Monyet
*Jauhi hewan yang mungkin memiliki virus, terutama hewan mati di daerah di mana cacar monyet sering terjadi.
*Jauhi tempat tidur dan bahan lain yang pernah menyentuh hewan yang sakit.
*Pisahkan orang atau hewan yang terinfeksi dari orang lain yang berisiko terinfeksi.
*Jika Si Kecil harus dekat dengan hewan atau orang yang terjangkit virus, sering-seringlah mencuci tangan dengan sabun dan air.
*Gunakan alat pelindung seperti masker, kacamata atau kacamata pengaman, dan sarung tangan jika tidak dapat menghindari kontak.
Selain itu, menjaga kesehatan serta kebersihan lingkungan juga penting dilakukan agar terhindar dari penyakit ini ya, Mams. (Tammy Febriani/KR/Photo: Doc. WHO, iStockphoto).