Health
Waspada! Post-COVID Syndrome Juga Bisa Menyerang Si Kecil!
Meski berusia muda dan bergejala ringan, hal ini tidak menjadi jaminan bagi para penyintas COVID-19 untuk terbebas dari post-COVID syndrome. Faktanya, baik orang dewasa maupun anak-anak juga dapat berpotensi mengalami post-COVID syndrome!
Dengan meningkatnya kasus aktif COVID-19 di Indonesia beberapa hari terakhir ini, kita seolah diingatkan kembali akan potensi bahaya COVID-19. Tak hanya menyerang saluran pernapasan, COVID-19 juga berpotensi mengakibatkan post-COVID syndrome pada penderitanya. Dan perlu Mams pahami, Si Kecil pun dapat mengalami hal ini.
Berikut ini adalah penjelasan dr. Desilia Atikawati, Sp.P, FAPSR, Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan
RS Pondok Indah – Puri Indah tentang Post-Covid Syndrome.
Apa itu Post-COVID syndrome?
“Post-COVID syndrome merupakan sejumlah masalah kesehatan atau gejala yang baru, kembali muncul, atau terus terjadi selama 4 minggu atau lebih sejak pertama kali terinfeksi virus penyebab COVID-19. Walaupun mayoritas penderita COVID-19 akan membaik dalam beberapa minggu setelah sakit, sebagian penderita mengalami post-COVID syndrome yang gejalanya menetap selama beberapa waktu setelah sembuh. Kondisi ini sangat bervariasi dan memiliki jangka waktu yang berbeda antar penyintas COVID-19.
Siapa Saja yang Berisiko Mengalami Post-COVID syndrome?
Penderita COVID-19 usia berapa pun dapat mengalami post-COVID syndrome. Meskipun post-COVID syndrome pada usia dewasa lebih sering terjadi dibandingkan grup usia anak atau remaja, tetapi kelompok anak dan remaja tetap berisiko mengalaminya lho, Mams. Penelitian menunjukkan gejala jangka panjang pada anak, baik yang memiliki gejala ringan atau berat (termasuk multisystem inflammatory syndrome, MIS), antara lain kelelahan/fatigue, pusing, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, nyeri otot dan sendi, serta batuk.
Walau jarang, beberapa orang, terutama anak-anak, dapat mengalami MIS sesaat atau segera setelah mengalami infeksi COVID-19. MIS merupakan kondisi di mana berbagai organ tubuh mengalami inflamasi, termasuk jantung, paru, ginjal, otak, kulit, mata, atau sistem pencernaan. Hingga saat ini, belum diketahui apa yang menjadi penyebabnya. MIS merupakan kondisi serius dan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang perlu diwaspadai sebagai MIS adalah adanya demam disertai minimal satu dari gejala berikut:
- nyeri perut,
- kemerahan pada mata,
- diare,
- pusing atau lightheadedness,
- ruam kulit, dan
- muntah.
Gejala post-COVID syndrome
Post-COVID syndrome tidak hanya terjadi pada penyintas COVID-19 yang bergejala berat saja. Data menunjukkan, bahwa penyintas COVID-19 dengan gejala ringan, bahkan tidak bergejala, juga dapat mengalaminya. Gejala-gejala yang sering dilaporkan antara lain: sesak napas/sulit bernapas lega, fatigue/rasa lelah, gejala yang dirasa memburuk setelah aktivitas/post-exertion malaise, kesulitan berpikir/berkonsentrasi/brain fog, batuk, nyeri dada/perut, pusing, rasa berdebar, nyeri otot/sendi, rasa kesemutan, diare, gangguan tidur, demam, pusing ketika berdiri/lightheadedness, ruam kulit, perubahan suasana hati, perubahan kemampuan indra penciuman/perasa, perubahan siklus menstruasi, dan rambut rontok.
Penelitian Lancet yang dipimpin oleh ilmuwan dari University College London (UCL), merupakan penelitian peer-reviewed terbesar tentang post-COVID syndrome yang melibatkan 3.765 partisipan dari 56 negara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lebih dari 91 persen partisipan membutuhkan waktu lebih dari 35 minggu untuk pulih sepenuhnya. Selama sakit, partisipan mengalami rata-rata 55,9 gejala yang melibatkan 9,1 sistem organ. Gejala yang paling sering ditemukan setelah bulan keenam adalah kelelahan, post-exertion malaise, dan gangguan kognitif. Sebanyak 85,9 partisipan mengalami kekambuhan gejala yang terutama dicetuskan oleh olahraga, aktivitas fisik atau mental, serta stres. Sedangkan sebanyak 1.700 partisipan membutuhkan pengurangan waktu kerja. Gangguan kognitif atau ingatan ditemukan di seluruh grup usia.
Post-COVID syndrome bisa menyebabkan autoimun?
Sebagian penderita COVID-19 yang bergejala berat mengalami dampak multiorgan atau kondisi autoimun dalam waktu yang lebih panjang dengan gejala yang menetap hingga beberapa bulan setelahnya. Dampak multiorgan dapat melibatkan banyak sistem tubuh, seperti jantung, paru, ginjal, kulit, dan fungsi otak. Sedangkan kondisi autoimun terjadi ketika sistem imun mengalami kesalahan dan menyerang sel-sel sehat dalam tubuh, yang menyebabkan inflamasi (peradangan) atau kerusakan jaringan di berbagai bagian tubuh.
Cara paling baik untuk mencegah post-COVID syndrome tentu adalah dengan mencegah terjadinya infeksi COVID-19. Tetap ketat menerapakan protokol kesehatan dan pastikan Si Kecil sudah mendapatkan vaksinasi 1 dan 2. (Tammy Febriani/KR/Photo: Doc. Freepik)