Parenting

Dampak Online Bullying Bagi Anak – Anak

By  | 

Hi Mams! Tentu masih ingat dengan kasus online bullying yang diterima oleh artis sekaligus mama dari 4 orang anak Ussy Sulistiawaty, Ia menerima komentar miring tentang putrinya yang diungkapkan oleh para netizen. Menghadapi hal ini, Ussy melaporkan 10 akun Instagram ke pihak kepolisian karena pelanggaran UU ITE.

elizabeth-santosa-psikolog

Praktisi Psikolog Elizabeth Santosa, M.PSi, PSi, SFP, ACC

Praktisi psikolog Elizabeth Santosa, MPsi, Psi, SFP, ACC yang akrab disapa Lizzie mengungkapkan pandangannya terhadap dampaknya pada anak & usaha yang bisa kita lakukan saat menghadapi hal serupa.

Hi Lizzie, bagaimana dampaknya perundungan (bullying) yang dilakukan melalui akun – akun sosial media?

Well, kalau anaknya sudah remaja & mengalami sendiri (langsung membaca atau berinteraksi langsung), pada umumnya akan merasa kecil hati, ada yang marah, atau jadi lebih sering mengurung diri. Tapi tentu saja hal ini tergantung dari pribadi masing – masing, tidak bisa digeneralisasi. Apakah bisa menyebabkan depresi? Bisa saja, tergantung bagaimana perlakuan orang tua masing – masing.

Yang perlu diingat oleh orang tua, anak – anak dibawah umur 13 tahun tidak diijinkan membuat akun sosial media sendiri, ya.. Sekalipun akunnya di manage oleh orang tuanya. Instagram, misalnya, membuat peraturan pembuatan akun untuk anak dengan batas usia minimal 13 tahun, jadi jangan dilanggar untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan.

Little girl touching the smiley emoji icon on the touch screen

Apakah setiap aksi perundungan bisa dilaporkan ke pihak yang berwajib?

Jika anak sudah cukup umur untuk memiliki akun Instagram & mereka menerima perundungan, jika ingin melapor ya silakan, itu adalah hak orang tua. Begitu juga dengan aksi bullying yang ditujukan kepada anak melalui akun sosial media orang tua.

Saran saya, ada baiknya kita mencari second opinion, karena kalau bicara soal sensitifitas itu terkadang bisa tidak objektif, ya. Ada pakar sosial media seperti Nukman Luthfi (Baca juga: Agar Si Kecil Tidak Menjadi Korban Cyber Crime) atau pihak – pihak yang memiliki otoritas untuk menanykan, aksi yang diterima ini keterlaluan atau nggak, sih? Untuk melengkapi sudut pandang. Kalau iya, tentu saja bisa dilaporkan.

Tujuan dari pelaporan ini juga untuk memberikan edukasi kepada masyarakat luas untuk lebih berhati – hati berkomunikasi di sosial media. Juga sebagai reminder bagi orang tua, untuk tidak mencontohkan kepada anak dengan tidak membalas aksi bully dengan hal yang sama. Misalnya, anaknya dikatakan kurus dan jelek, lalu orang tua membalas dengan mengatakan pelaku lebih jelek lagi. Hal ini akan jadi senjata untuk pelaku melaporkan kembali kita karena melakukan aksi bully yang sama. Pun, hal tersebut adalah contoh yang buruk bagi anak.

Mother comforting her sad teenage daughter

Langkah- langkah apa yang sebaiknya dilakukan orang tua jika mengalami hal ini?

1. Periksa kondisi psikis anak. Apakah Ia terganggu, mengalami perubahan perilaku & sedih di rumah atau sekolah? Jika memerlukan bantuan dari pihak ketiga, segera lakukan kontak psikolog atau pihak sekolah untuk bicara dari hati ke hati.

2. Perhatikan sikap kita. Jangan sampai aksi ini menstimulus kita untuk lebih marah, padahal anaknya cuek atau malah sudah move on. Lalu kita malah membalas aksi bully dengan bully juga. Tenangkan diri & minta second opinion.

3. Laporkan, jika merasa sudah keterlaluan. Setelah berkonsultasi dengan berbagai pihak, pendapat Anda akan menjadi jauh lebih objektif. Melaporkannya ke pihak yang berwajib adalah hak, pelajari tentang UU ITE yang sudah diterbitkan.

UU ITE 

Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. 

images

Beberapa hal yang diatur, antara lain:

      1. Pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE).

2. Tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE).

3. Penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE).

4. Penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE).

5. Perbuatan yang dilarang (cyber crimes). Beberapa cyber crimes yang diatur dalam UU ITE, antara lain:

6. Konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE).

7. Akses ilegal (Pasal 30).

8. Intersepsi ilegal (Pasal 31).

9. Gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE).

10. Gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE).

11. Penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE).

Hukuman ancaman pidana untuk pencemaran nama baik paling lama 6 tahun dan denda Rp750 juta. UU ITE juga menerapkan ketentuan mengenai “the right to be forgotten” pada pasal 26. Pemilik konten wajib menghapus konten yang tidak relevan bagi penyelenggara sistem elektronik atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan. (Nathalie Indry/KR/Photo: Istockphoto.com, Various) 

 

Shares