Mind
Smart Mama Story: Asmara Wreksono
Tempo hari saat bertemu dengan Asmara Wreksono, Managing Editor – Life Jakarta Post sekaligus mama bagi Shera Sasmaya Jagaddhita (6), kami berbagi banyak cerita tentang pengalamannya sebagai anak tunggal & working mama yang menjalankan dua peran sekaligus. Sejauh mana pengalaman ini mengubah hidupnya?
Hi Asmara, Happy New Year! Apa resolusi untuk tahun baru 2019?
Happy new year! Resolusi utama adalah membaca lebih banyak buku, karena capek juga ya menjadi sangat aktif di media sosial, terlibat dengan banyak diskusi sehingga waktu saya tersita untuk hal selain pekerjaan & keluarga. Jadi fokus mau alokasikan energi untuk menambah ilmu & memperkaya diri melalui buku.
Terkait dengan media sosial, bagaimana pendapat Asmara soal influencer mama yang belakangan ini semakin marak keberadaannya?
Sebatas Ia melakukannya dengan tidak memaksa anaknya sih, silakan saja, ya.. Jangan sampai demi endorsement, lalu Si Kecil dipaksa menggunakan produk terkait & pose begini – begitu untuk konsumsi publik melalui foto/video. Saya sendiri sampai saat ini masih open untuk produk – produk anak yang memang Shera pakai, misalnya toiletries atau perlengkapan menggambar.
On the other hand, I stand for breastfeeding milk & tidak menerima promote produk susu formula. Hal ini pernah saya jelaskan melalui akun Instagram. Susu formula dibutuhkan untuk beberapa kondisi, yes, saya setuju, tetapi bila masih mampu memberikan ASI, mengapa tidak?
Selain ASI, adakah hal – hal lain yang menyita perhatian Asmara selama menjalani peran sebagai mama?
Sure. Aborsi vs Adopsi? Saya memilih adopsi. Kecuali untuk alasan medis & saran dokter, saya selalu menganggap bahwa setiap anak yang dilahirkan adalah berkat; yang harus kita jaga & berikan kasih sayang. Banyak lho, wanita yang ingin memiliki anak tapi mereka tidak mampu. Di lain pihak juga banyak kasus wanita yang ingin menggugurkan kandungannya.
Think about it. Jika dilahirkan, anak tersebut masih bisa mendapat kasih sayang yang tulus dari orang lain, bahkan bisa menjadi pribadi unggul yang bermanfaat bagi masa depan.
“Shera mengajarkan saya banyak hal, diantaranya: Being honest is still the key.”
So, how does it (motherhood) changes you?
Percaya nggak, saya nggak pernah suka anak kecil dari dulu, i dont feel like i can trust & relate with them. Mungkin karena anak tunggal juga, ya.. Saat menikah & memutuskan untuk memiliki anak juga adalah keputusan yang besar buat saya. I just feel like, it is the right thing to do.
Dan ternyata, memiliki Shera adalah keputusan yang tepat. Punya anak itu luar biasa, sekarang saya jadi jauh lebih compasionate, sabar, akomodatif, dan selalu berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Now, I think its more important to be kind than to be right.
Saya juga jadi lebih perhatian dengan hal – hal yang berkaitan dengan anak, misalnya selalu ingin memberikan hadiah yang berkesan & leaves a mark untuk Shera sebagai hadiah saat ulang tahun. 3 tahun berturut – turut saya buatkan Ia buku sendiri yang menjelaskan tentang siapa dirinya, alasan orang tuanya bekerja, atau perjalanan Shera keliling dunia. Ketiga buku tersebut saya kaitkan dengan semangat nasionalisme, memperkenalkan bahwa Ia adalah orang Indonesia yang memiliki ragam budaya & there’s no place like home, sekalipun Shera sudah berkeliling dunia. Di era modern sekarang ini, kita sendiri yang perlu memantau dan memberi edukasi tentang menjadi Indonesia kepada anak – anak; jangan sampai mereka kehilangan identitas diri.
Selama bekerja dan mengurus Shera, ada pembagian tugas dengan suami soal parenting style?
Watching our words adalah hal utama yang sepakat kita lakukan bersama, karena kami paham orang tua adalah cerminan sikap. Kalau pembagian peran, sebelum Ia masuk Sekolah Dasar, kami sudah membuat kesepakatan untuk membagi sumber belajar. Papanya lebih ke science, geografi, serta technical things. Sementara saya yang jauh lebih filosofis. Sisanya kami menjalankan parenting style dengan lebih mengutamakan insting & belajar dari past experience sebagai anak.
Menerapkan konsep kemandirian, disiplin & tidak membentak juga kunci bagi kami untuk membesarkan Shera. Memang jadi lebih lama prosesnya karena butuh waktu untuk berulang mengingatkan & menjelaskan, but its worth it.
Work life balance
Sejak tahun 2010 saya menjalani berbagai profesi sebagai produser radio, televisi, profesional blogger, hingga head of communications dari sebuah startup. Dari berbagai pengalaman tersebut, saya menjalani dua jenis pekerjaan: Stay at the office & remote working. Kurang lebih 5 tahun lamanya saya working from home dan menikmatinya. Nah, setelah jadi mama, kalau boleh jujur, malah lebih enak kerja di kantor. Karena seperti yang kita tahu, distraksinya luar biasa kalau kerja di rumah, hehe.. Sekalipun punya home office, tapi tetap saja perhatian kita akan terganggu.
Selama bekerja di Jakarta Post, beberapa kali saya tetap mengajak Shera datang untuk memperkenalkan tentang keseharian & teman – teman kantor. Cara ini sekaligus untuk menjelaskan padanya bahwa saya, mamanya, terkadang perlu waktu untuk berjauhan darinya karena fokus bekerja. Ia pernah bertanya, “Kenapa Mama harus bikin berita?”. Momen ini jadi kesempatan buat saya untuk menerangkan bahwa setiap orang butuh informasi tentang dunia dan hal – hal yang terjadi di sekitarnya. Saya bersyukur kantor juga sangat mendukung family time sehingga memungkinkan bagi saya menyediakan spot khusus untuk Shera di ruang kerja.
Apa yang dibutuhkan untuk menyeimbangkan kedua peran ini?
Bekerjasama dengan anggota keluarga seperti papa Shera dan neneknya dalam aktivitas sehari – hari. Saat usia 5 tahun, kami memutuskan untuk tidak lagi menggunakan jasa ART, supaya Shera lebih bisa melakukan berbagai hal sendiri mulai dari mandi atau makan. Pelan tapi pasti, kami membekali Shera dengan konsep kemandirian sehingga tanpa kami pun, Ia tetap bisa survive. (Nathalie Indry/KR/Photo: dok. Asmara Wreksono)