Mind
Smart Mama Story: Vivi Andriany
Hi Mamas! Sejauh mana sih, peran sebagai seorang mama mengubah diri Anda? Mama dari dua orang anak Javas Bo Felley (8) & Neha Kai Felley (6), Vivi Andriany berbagi pengalaman membesarkan anak – anak di beberapa negara: Indonesia, Thailand, dan Amerika Serikat.
“Sebelum menikah, saya aktif sebagai social worker untuk organisasi international under United Nations, The Intenational Federation of Red Cross. Setelah bertemu suami di World Bank, Chris Felley yang berprofesi sebagai Project Manager untuk berbagai aksi peace conflict di wilayah Asia Tenggara, fokus saya kini berpindah ke anak – anak. Kami ingin mereka mendapat pendidikan terbaik, sekaligus membangun karakter melalui disiplin positif,” ungkapnya saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan.
After Marriage & Hidup Berpindah
Apa saja sih, tantangan menjalani kehidupan dalam perbedaan budaya dan latar belakang dengan Warga Negara Asing?
Kalau ditelusuri akan banyak sekali ya, tantangannya, hehe.. Tetapi saya cukup terbantu karena sejak kecil, Chris sudah terbiasa traveling ke berbagai negara, khususnya di wilayah Asia, mulai dari Filipina hingga Indonesia. Sehingga Ia sedikit banyak sudah memahami kebudayaan dan cara berpikir ketimuran.
Tinggal saya yang menyesuaikan diri dengan lingkungan baru & mengajarkan anak – anak konsep hidup berpindah – pindah. Setelah menikah, kami berdua tinggal selama 1 tahun di Banda Aceh, ketelah melahirkan anak pertama kami tinggal di Thailand selama 4 tahun, dan Amerika Serikat 4 tahun berikutnya. Di 2018 ini, kami memboyong keluarga kecil untuk kembali tinggal di Jakarta, Indonesia untuk 5 tahun ke depan sebelum kembali ke Amerika.
Bagaimana proses adaptasi mulai dilakukan, mengingat usia anak – anak masih dini?
Dari pengalaman kami, mengikutsertakan anak – anak ke sekolah usia dini bisa sangat membantu proses adaptasi. Hal ini bermanfaat tidak hanya di sekolah dan lingkungan terdekat, tetapi juga kemampuan sosialisasi dimanapun berada.
Javas mulai masuk nursery school saat berusia 1,5 tahun di Bangkok. Disaat yang sama kami mengajarkan 2 bahasa sekaligus: Indonesia dan Inggris. Untuk Mamas yang bimbang dengan langkah ini, tidak perlu khawatir, justru saat di momen golden age (0 – 5 tahun) itulah kemampuan mereka menyerap banyak hal terjadi. Kami bimbing anak – anak untuk mengalami hal baru di banyak tempat sejak usianya masih dini sehingga kemampuan berbahasa dan beradaptasinya berjalan secara natural, hingga saat ini.
Proses adaptasi diri sendiri, apakah semudah yang kita bayangkan?
Tentu tidak! hahaa.. Terutama perpindahan kami ke US dengan budaya baratnya, saya membutuhkan 2 tahun untuk proses adaptasi diri. Bayangkan, saat itu saya harus menjalani masa adaptasi, sekaligus membesarkan anak – anak yang masih kecil tanpa bantuan nanny, dan mengurus berbagai keperluan rumah tangga. Pusing banget sudah pasti, tapi ya tetap harus dijalani..
Chris justru yang banyak membantu saya melewati proses ini. Ia tidak segan turun tangan membantu merawat anak – anak (meluangkan waktu untuk bermain outdoor & membaca buku bersama setiap malam) hingga melakukan pekerjaan rumah, sehingga saya tetap waras di momen – momen krusial perpindahan tempat tinggal. One thing: Support system & komunikasi adalah kunci untuk Mamas yang memutuskan tinggal berpindah – pindah seperti saya & keluarga.
Yang Vivi pelajari dari sistem pendidikan di luar negeri?
Javas & Neha pindah ke cooperative preschool di Maryland, Amerika Serikat saat usianya 4 & 2 tahun. Disana, kami, orang tua secara bergilir ikut aktif menjadi asisten pengajar. Selama 4 kali dalam seminggu, saya menyiapkan table activities untuk siswa di kelas preschool.
Melalui proses ini, saya belajar memahami anak – anak melalui basis pendidikan usia dini. Mulai dari proses mengajarkan disiplin positif melalui komunikasi & tanpa ancaman, hingga konsep tanggung jawab yang ternyata bisa diajarkan sejak usia dini melalui aktivitas bermain yang menyenangkan. Selama bersekolah, anak – anak diajarkan untuk memberikan penghormatan kepada sesama, sekalipun berbeda ras, suku, maupun agama. Hal inilah yang terus kami praktikkan hingga sekarang.
Nilai – nilai apa yang ingin ditanamkan kapada anak – anak melalui parenting style?
Komunikasi positif adalah kunci parenting style kami. Sekalipun tinggal berpindah – pindah & Chris bisa traveling rutin untuk pekerjaan, kami selalu berusaha membangun hubungan melalui bonding moment saat bermain & ngobrol bersama. Sekaligus untuk menanamkan kepada anak – anak bahwa solusi dari berbagai persoalan dapat dipecahkan dengan komunikasi yang baik, termasuk bullying. Javas dan Neha sudah paham konsep bully dan dapat segera melapor ke pihak counselor jika mengalaminya.
Selain itu, nilai agama juga menjadi konsentrasi kami. Hidup di negara barat lumayan berat lho, adjustnya terutama soal agama. Akhirnya saya masukkan anak – anak ke madrasah dan aktif di komunitas masjid di Amerika. Intinya adalah konsistensi, ya.. untuk menanamkan berbagai hal dengan cara yang positif. (Nathalie Indry/KR/Photo: dok. Vivi)