Mind
Smart Mama Story: Meira Anastasia & Body Shaming
Mamas pasti sudah familiar dengan sosok wanita yang satu ini. Mama dari Snow Auror Arashi (3) & Sky Tierra Solana (8) dikenal sebagai penulis skenario film “Susah Sinyal” sekaligus istri dari komika Indonesia Ernest Prakasa. Saat kami bertemu dengannya, Meira tengah mempromosikan buku terbaru yang berjudul “Imperfect, A Journey to a Self Acceptance”. Pengalamannya melawan bentuk body shaming menginspirasi para mama untuk menerima dirinya secara utuh. Here’s our Smart Mama Story.
Melalui akun Instagram @meiranastasia, Meira sering berbagi pengalaman tentang kehidupan nyata seorang wanita sekaligus mama dari 2 orang anak yang nggak selamanya ‘indah’. Ada tidak momen dimana Meira merasa sangat sedih sekaligus lelah selama menjalankan peran ganda sebagai istri & mama?
“Momen saat netizen mempertanyakan (secara tertulis melalui kolom komentar) dan mengatakan, ‘Oh, ini ya, istrinya Ernest. Ternyata, istri artis nggak selalu cantik, ya!’. Wah, saat itu saya merasa sangat sedih, terbawa perasaan, sampai sempat mengganggu aktivitas sehari – hari mulai dari pekerjaan hingga kehidupan pribadi.”
Sejak kapan Meira mulai menerima bentuk ‘body shaming’ seperti ini?
“Bisa dibilang sih sudah menumpuk sejak dari masa – masa muda, ya. Banyak sekali kan, bentuk body shaming yang dianggap oleh sebagian besar dari kita masih sebagai candaan lucu.. sehingga tidak pernah juga dianggap sebagai masalah serius. Tapi setelah era social media merebak, aksi – aksi body shaming ini justru semakin sering terdengar. Makanya aku memberikan highlite poin ini di buku Imperfect. Bahwa kita semua nggak sempurna, and its okay to be not perfect.”
Apakah aksi ini kemudian memengaruhi kehidupan Meira sebagai seorang mama sekaligus istri?
“Yes, saya jadi lebih sering merasa insecure, nggak nyaman dengan bentuk tubuh, dan kurang bahagia menjalani hidup. Akhirnya saya putuskan untuk berdiskusi dengan Ernest tentang hal ini. Menurutnya, hal utama yang harus saya lakukan untuk melawan aksi body shaming ini adalah dengan tidak menganggap serius semua komentar netizen & orang lain tentang diri saya.”
Does it changes you, terutama mengenai perspektif diri secara keseluruhan?
“Tentu saja. Melalui berbagai proses yang tentu saja tidak instan, saya menyadari bahwa selalu ada 2 perspektif dalam menanggapi sebuah komentar, yaitu negatif & positif. Sampai saat ini saya selalu berusaha untuk menerapkan konsep ‘respon positif’ sehingga membawa saya ke arah penerimaan diri secara utuh dan lebih baik.”
Bagaimana dengan anak – anak, apakah Meira menjelaskan konsep body shaming kepada mereka & bagaimana caranya?
“Saya selalu berusaha untuk mengenalkan cara pandang/perspektif tentang diri kita. Di usianya saat ini, Sky sudah bisa mengungkapkan perasaannya bahwa ada part dari tubuh yang Ia merasa tidak nyaman saat melihatnya. Saya melihat ini sebagai bentuk bahwa kita kadang terlalu caught up dengan image, ya.. Sehingga hal utama yang bisa kita lakukan adalah dengan memupuk perspektif positif dan cara pandang diri.”
“Saya dan Ernest juga selalu memberikan dukungan penuh terhadap anak – anak dalam bentuk apapun. Sehingga saat mereka sudah merasa nyaman dan merasa didukung oleh keluarganya, pikiran – pikiran negatif tentang body shaming (atau apapun) dapat tereliminasi.”
Sejak usia berapa kita sudah mulai bisa berdiskusi tentang konsep body shaming kepada anak – anak?
“Saya pikir sejak usia dini. Tapi mungkin akan berbeda secara gender. Snow, karena laki – laki dan baru berusia 3 tahun, sama sekali masih belum terpapar dengan image diri & isu body shaming. Nah, berbeda dengan Sky. Anak perempuan dan sudah sekolah, biasanya mereka sudah mulai terpapar dengan konsep kesempurnaan diri yang didapat dari teman – temannya di sekolah. Jadi mau nggak mau kita sudah harus mengangkat topik ini dalam diskusi keluarga.”
Thank you sharingnya, Meira! Nah, Mamas.. Apakah Si Kecil atau Anda pernah menerima bentuk body shaming? Bagaimana Anda menjelaskan konsep penerimaan diri kepada Si Kecil, share melalui kolom komentar, ya! (Nathalie Indry/KR/Photo: dok. Meira Anastasia).