Parenting

Ini Alasannya Kenapa Tantrum Tak Selalu Berarti Negatif!

By  | 

Menghadapi balita yang sedang tantrum merupakan salah satu hal yang paling menantang dalam pengasuhan anak. Kita cenderung merasa seperti orang tua yang baik ketika balita kita tersenyum dan merasa nyaman, tetapi dapat merasa sangat tak berdaya dan kewalahan ketika mereka berbaring di lantai sambil menendang dan menjerit-jerit. Namun, percaya atau tidak, tantrum adalah bagian penting dari kesehatan emosional Si Balita, dan bahkan kita pun dapat belajar untuk lebih tenang dalam menghadapi mereka.

Berikut adalah 10 alasan penting mengapa tantrum sebenarnya adalah hal yang baik.

1. Lebih baik dikeluarkan daripada dipendam.

Air mata mengandung kortisol yang merupakan hormon stres. Ketika kita menangis, sebenarnya kita sedang melepaskan stres dari tubuh kita. Air mata juga diketahui dapat menurunkan tekanan darah dan meredakan emosi. Anda mungkin pernah memperhatikan bahwa ketika Si Balita sedang tantrum, maka tidak ada yang benar baginya. Dia marah, frustrasi, atau merengek. Namun ketika ‘badai’ berlalu, ia berada dalam suasana hati yang jauh lebih baik. Akan sangat membantu jika kita membiarkan anak-anak kita mengamuk tanpa mencoba untuk mengganggu proses (masa) tantrum hingga berakhir. “Menangis bukanlah rasa sakit, namun proses menjadi tidak terluka,” jelas Deborah MacNamara, Ph.D., seorang pendidik orang tua dan penulis buku Rest, Play, Grow: Making Sense of Preschoolers (or Anyone Who Acts Like One).

2. Menangis dapat membantu anak belajar.

Mamas mungkin juga sering melihat Si Kecil merasa frustasi sendiri ketika permainan yang ia mainkan tak sesuai dengan yang ia inginkan. Contohnya saat Lego yang ia susun dengan hati-hati tiba-tiba runtuh. Hal seperti ini mudah membuat anak tantrum, frustasi dengan usahanya yang sia-sia. Namun, setelah tantrum, dia akan duduk dan mencoba untuk memperbaiki struktur Lego-nya. Sehingga, bisa dibilang, tantrum merupakan ekspresi dari rasa frustrasi mereka yang kemudian membantu mereka untuk menjernihkan pikiran dan dapat mempelajari sesuatu yang baru. “Belajar sama alamiahnya dengan anak-anak saat bernapas,” kata Patty Wipfler, pendiri Hand in Hand Parenting. “Tapi ketika seorang anak tidak dapat berkonsentrasi atau mendengarkan, biasanya ada masalah emosional yang menghalangi perkembangannya.” Penelitian menunjukkan bahwa, agar proses belajar terjadi, seorang anak harus bahagia dan rileks, dan mengekspresikan gangguan emosi adalah bagian dari proses ini.

3. Si Kecil bisa tidur lebih nyenyak.

Sama seperti orang dewasa, anak-anak kerap terbangun dari tidurnya karena mereka stres atau mencoba memproses suatu kejadian yang terjadi dalam kehidupan mereka. Membiarkan Si Kecil sampai ke akhir amukannya akan meredakan emosinya dan dapat membantunya tidur nyenyak sepanjang malam.

 

Annoyed mother and baby crying on a couch

 

4. Jangan ragu untuk berkata ‘tidak’.

Saat Mamas berkata ‘tidak’ pada Si Kecil, maka risiko  tantrum sudah pasti akan dialami Si Balita. Dan tahukah Anda, itu adalah hal yang bagus! Mengatakan ‘tidak’ memberi batasan yang jelas kepada anak tentang perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Kadang-kadang kita mungkin menghindari mengatakan ‘tidak’ karena kita tidak ingin berurusan dengan tantrum, tetapi kita dapat berdiri teguh dengan batasan kita sambil tetap menawarkan, cinta, empati, dan pelukan untuknya. Mengatakan 7. ‘tidak’ berarti Anda tidak takut pada sisi pengasuhan anak yang messy dan penuh emosional.

5. Anak akan merasa nyaman belajar bagaimana mengutarakan perasaannya.

Dalam banyak kasus, anak-anak menggunakan tantrum untuk memanipulasi kita atau mendapatkan apa yang mereka inginkan. Seringkali itu adalah caranya mengekspresikan bagaimana perasaannya tentang penolakan yang ia dapatkan dari Anda. Anda bisa berdiri teguh dengan keputusan Anda namun tetap dapat berempati dengan kesedihannya. Yang ia butuhkan dari Anda adalah cinta dan kedekatannya dengan sang mama.

6. Tantrum membentuk perilaku anak dalam jangka panjang.

Terkadang emosi anak-anak dikeluarkan dalam bentuk berbeda, seperti bertindak kasar, tak mau berbagi, atau menolak untuk bekerja sama dalam tugas-tugas sederhana seperti berpakaian atau menyikat gigi. Ini merupakan tanda umum bahwa Si Kecil sedang berjuang dengan emosinya. Tantrum akan membantu anak melepaskan rasa emosi yang menghalangi dirinya bersikap kooperatif.

 

Breastfeeding baby. Young mother holding her newborn child in bedroom with fireplace on background.

 

7. Tantrum mendekatkan Anda dengan Si Kecil

Mungkin sulit untuk dipercaya pada saat awalnya, tetapi perhatikan dan tunggu deh, Ma. Si Kecil yang sedang marah mungkin terlihat seperti tidak menghargai kehadiran Anda di sana, tetapi sebenarnya ia membutuhkan Anda berada bersamanya. Biarkan dia melewati tantrumnya tanpa berusaha menghentikan atau ‘memperbaikinya’. Jangan terlalu banyak bicara, tetapi Mama bisa mengucapkan beberapa kata yang baik dan meyakinkan, serta menawarkan pelukan untuknya. Si Kecil akan mencoba menyerap ‘tawaran’ Mama tanpa syarat dan akan merasa lebih dekat dengan Anda sesudahnya.

8. Tantrum juga baik untuk Anda.

Ketika kita menghadapi anak kita yang sedang tantrum, tentunya perasaan kita sebagai mama juga tak enak bukan, Mams? Apa yang kita lihat dari anak kita, tanpa disadari membuat kita teringat akan masa kecil dulu. Dimana orang tua kita mungkin tidak acuh dan tidak menunjukkan empatinya saat kita tantrum. Maka ini bisa menjadi jalan bagi kita agar hal yang sama tak terjadi pada Si Kecil dengan memberinya dukungan dan kesempatan untuk didengar.

“Setelah melewati momen emosional ini, Anda bisa berbincang dengan teman, banyak tertawa, atau bahkan menangis. Tak ada yang salah dengan hal itu, karena cara tersebut juga bisa menjadi cara bagi Anda melepaskan emosi yang Anda tahan saat menghadapi Si Kecil tantrum. Tetap tenang menghadapi Si Kecil saat tantrum memang butuh latihan yang tak mudah, namun ketika kita dapat menguasainya, maka kita akan menjadi orangtua yang lebih tenang saat menghadapi Si Kecil,” terang Kate Orson, mama dari seorang anak, parent educator, dan penulis Tears Heal: How to Listen to Our Children. (Tammy Febriani/KR/Photo: iStockphoto.com)

 

Shares