Education
Belajar Memahami Toleransi Melalui Buku Anak
Hi Mams! Dengan maraknya intoleransi yang terekspos pada anak -anak melalui kehidupan sehari – hari, pendidikan toleransi menjadi hal yang sangat penting. Rekomendasi berikut dapat membantu.
Prasangka – Pendapat yang terbentuk tentang satu atau sekelompok orang tanpa alasan, pengetahuan dan pengalaman yang aktual, yang biasanya didasari pada suku, agama, atau jenis kelamin – sering kali dimulai dengan “katanya”.
Ulasan tersebut dituliskan dalam sebuah buku anak berjudul “Prasangka Moka” yang diterbitkan oleh Penerbit Buah Hati. Salah satu judul dalam seri buku toleransi yang ditulis oleh Sekar Sosronegoro ini merupakan bentuk kepedulian yang dimilikinya untuk mengembangkan pendidikan toleransi di Indonesia.
Menurutnya, mengajarkan anak untuk tidak berprasangka adalah salah satu kunci untuk memulai pendidikan ini; Karena prasangka buruk dapat membuat kita memperlakukan orang lain dengan tidak adil dan berujung pada diskriminasi, “Keinginan untuk membuat buku tentang toleransi yang mulai muncul sejak tahun 2009 lalu akhirnya saya wujudkan dalam bentuk Seri Buku Toleransi.”
Kini, di seri kedua setelah menerbitkan buku pertama “Mengenal Perbedaan” (2017), saya pikir kini saatnya memulai percakapan tentang prasangka dengan anak – anak,” ungkapnya pada momen peluncuran buku online yang dilakukan tepat pada peringatan Hari Buku Anak Internasional, 2 April 2018.
Menurut sebuah penelitian, di usia 2 – 3 tahun, anak mulai menyadari adanya perbedaan jenis kelamin dan perbedaan fisik. Di usia 3 – 4 tahun, sebagian anak mulai menunjukkan ketertarikan untuk bermain dengan teman – teman yang secara fisik mirip dengannya. Dan di usia 5 tahun, anak mulai mengidentifikasikan dirinya dengan etnis tertentu dan memperhatikan perbedaan antara kelompok etnis atau ras di sekitarnya.
Dalam proses pembuatan buku “Prasangka Moka”, Sekar mengungkapkan bahwa momen ini merupakan saat yang tepat bagi anak – anak untuk belajar toleransi, “Ketika berinteraksi dengan teman – teman yang beragam, penting bagi mereka untuk melepaskan diri dari pelabelan dan stereotyping yang dapat terbentuk sejak dini. Saya bersama tim editor serta ilustrator ingin menghadirkan tools baru melalui buku untuk memulai percakapan ini.”
Buku ini berisi cerita petualangan seekor monyet bernama Moka yang diminta mengantarkan buah – buahan untuk Sang Nenek yang sedang sakit. Dengan penuh keberanian, Moka pergi mengantar buah dan mencari rumah nenek sendirian. Lalu dalam perjalanan, ia bertemu dengan berbagai jenis binatang dan berprasangka buruk tentang mereka.
<