Parenting

Mengapa Anak Saya Berubah?

By  | 
Q. Dear Smart Mama dan Mbak Liza,
Saya seorang mama dari anak perempuan berusia 24 bulan. Dari bayi hingga kini saya merawat bayi sendiri. Saya selalu memerhatikan tahap perkembangannya hingga saya sukses membawa anak  saya diusianya yang masih 24 bulan sudah pintar menyanyi, berbicara, potty training ,makan sendiri, teratur duduk di carseat dan banyak lagi hal mandiri yang sangat mengesankan di usianya.
Dalam mendidik anak, saya tidak pernah memaksa ataupun kasar, maupun melakukan hal lain yg mungkin dapat mmbuat bayi saya stres. Saya sangat “hati hati” dan perhatikan hal itu, hingga saya menyapih ASI juga berhasil dengan WWL.
Yang ingin saya tanyakan adalah:
1. Beberapa hari terakhir, anak saya minta sesuatu dan saya mencoba untuk beri pengertian. Biasanya ia akan mengerti, namun kini ia tidak mau mendengar dan nangis lalu teriak histeris. Ini sama sekali tidak pernah terjadi sebelumnya. Apa yang harus saya lakukan agar anak saya tidak terus seperti itu? Dan mengapa ia tiba-tiba berubah seperti itu?
2. Selama ini saya selalu tidak tega mendengar tangisan anak, tapi mendadak beberapa hari terakhir saya sangat benci mendengar tangisan anak saya yang disertai teriakan histeris. Mengapa saya begini?
3. Bagaimana cara menanamkan agar anak tidak mudah terpengaruh oleh “bad habit” anak lainnya?
Sejak anak saya bertemu dengan keponakan, anak saya “seringkali” mengikuti hal buruk yang dilakukan sepupunya. Meskipun saya sudah mencoba beri pengertian, bagaimana sebaiknya?
Sekian pertanyaan dari saya, mohon kiranya pencerahan untuk saya. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Mama R
Liza Menjawab
Ask The Expert (Liza)
Dear Mama R,

Saya turut berempati atas apa yang sedang dialami saat ini. Perkembangan anak memang bukan suatu perkembangan yang stagnan dan stabil selalu terus menerus. Akan ada momen naik-turun yang kadang bisa membuat Mama (dan Papa) kewalahan serta kebingungan.
Namun ini sebenarnya merupakan hal yang wajar. Hanya saja dibutuhkan kesabaran, ketegasan dan juga kelapangan hati orangtua untuk menjalani itu semua sebagai suatu proses yang harus dilalui anak dan orangtuanya.
Saya akan mencoba untuk menjawab satu-satu pertanyaannya ya ..
1. Anak Mama saat ini sedang berada pada tahap belajar akan kemandirian. Ia yang biasanya selalu disuapi, dibantu, dituntun, sekarang pelan-pelan mulai bisa untuk melakukan beberapa hal secara mandiri, walaupun masih dalam taraf sangat sederhana dan praktis. Dari rasa kemandirian yang mulai terbentuk ini, terbentuk pula rasa ingin coba-coba ‘kekuatan’nya. Penasaran ingin tahu apakah dengan teriak histeris ia akan bisa mendapatkan semua yang ia inginkan, apakah dengan marah-marah maka orangtua akan memenuhi semua permintaannya? Walaupun ini bisa sangat menyebalkan, namun sesungguhnya memang ini proses yang harus dilalui oleh anak untuk bisa melatih rasa kemandiriannya. Yang harus dilakukan oleh orangtua adalah mendampingi anak dalam proses ini dengan cara bersikap tegas, tanpa marah-marah balik (karena dengan marah-marah balik malah akan membuat anak semakin histeris), tegas dalam menentukan mana yang boleh dan mana yang tidak. Anak mungkin akan tetap histeris tapi jika orangtua tetap tegas, maka ia pun akan belajar untuk tahu mana yang boleh dan mana yang tidak, mana yang bisa dan mana yang tidak bisa.
2. Memiliki anak berarti harus siap dengan segala konsekuensi menjalani tahap perkembangan anak, termasuk harus siap mendengar, tidak hanya tawanya namun juga tangisnya. Ketika kita bisa berlatih memperluas hati untuk melihat bahwa ini semua hanya sekedar proses, naik turun, yang memang harus dilewati, maka semua akan terasa lebih ringan untuk dijalani.
3. Anak memang ‘kerjaan’nya mencontoh :p Ini merupakan sifat anak yang tidak akan ada yang bisa menghilangkannya. Tentu kita juga tidak bisa untuk mengisolasi anak dari semua pergaulan hanya karena kita takut anak akan terpengaruh oleh lingkungan. Justru ini merupakan momen paling tepat untuk membentuk akar anak, bagaimana ia bisa tetap tegak berdiri dengan dirinya tanpa terpengaruh oleh lingkungannya. kemampuan ini sangat dibutuhkan kelak saat ia sudah smeakinberanjak dewasa & tidak lagi bisa selalu di awasi oleh orangtua. yang bisa dilakukan oleh orangtua saat ini adalah, terus mengajaknya berkomunikasi & berdiskusi akan sudut pandang sikap atau pun perilaku yang lain. Walaupun ia tampak masih sangat muda, tapi anak dari usia paling muda pun sebenarnya sudah bisa paham dan mampu untuk diajak berdiskusi. Kebiasaan berdiskusi dengan dengan anak ini kelak akan menjadi landasan yang kokoh bagi anak untuk bersikap terbuka dengan orangtuanya.
Mudah-mudahan jawaban ini bisa membantu ya, Mam. Mari kita bersama-sama selalu mengingatkan diri untuk bersikap bijak dalam proses perkembangan anak dan bagaimana kita mampu untuk mengingatkan diri bahwa ‘Badai pasti berlalu’. (Liza Djaprie/Photo: Istockphoto.com)

Shares