Health
Yang Harus Anda Tahu tentang Stunting pada Balita
Mamas, pernahkah Anda mendengar tentang stunting? Stunting merupakan keadaan tubuh anak yang pendek atau sangat pendek dibandingkan tubuh rata-rata anak seusianya. Di Indonesia, sekitar 7,6 juta dari 23 juta balita tergolong stunting. Kurang lebih sebesar 35,6 persen dari balita di Indonesia. 17,1 persen diantaranya merupakan balita pendek dan 18,5 persen lainnya balita sangat pendek. Angka ini berada diatas ambang batas yang disepakati secara universal. Batas non public health problem yang ditolerir badan kesehatan dunia (WHO) hanya 20% atau seperlima dari jumlah total balita di suatu negara.
Penyebab Stunting
Stunting disebabkan banyak faktor, baik faktor langsung dan tak langsung. Faktor langsung ditentukan oleh asupan makanan, berat badan lahir, dan penyakit. Sedangkan faktor tak langsung yang memengaruhi adalah seperti faktor ekonomi, budaya, pendidikan dan pekerjaan, serta fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor sosial ekonomi ini saling berkaitan antara satu dengan lainnya, seperti misalnya, faktor ekonomi memengaruhi asupan gizi Sang Ibu saat hamil dan anak itu sendiri, yang kemudian juga berkaitan dengan berat badan lahir dan penyakit akibat infeksi pada anak.
Anak-anak yang alami stunting disebabkan kurangnya asupan makanan dan penyakit yang berulang (terutama penyakit karena infeksi), dapat meningkatkan kebutuhan metabolik serta mengurangi nafsu makan sehingga berdampak terjadi ketidaknormalan dalam bentuk tubuh pendek ya, Mams. Hal ini tetap dapat terjadi meskipun faktor gen dalam sel menunjukkan potensi untuk tumbuh normal.
Dampak Stunting pada Balita
Anak-anak yang alami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunting yang parah pada anak-anak mengakibatkan terjadinya penurunan kemampuan perkembangan fisik dan mental sehingga ia tidak mampu belajar optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak bertinggi badan normal. Anak dengan stunting juga berisiko memiliki IQ 5-10 poin lebih rendah dibanding dengan anak normal.
Selain itu, stunting pada balita juga berisiko meningkatkan angka kematian pada anak, menurunkan kemampuan kognitifnya, perkembangan motorik anak rendah, serta fungs tubuh yang tidak seimbang. Sebuah penelitian juga menyatakan kalau stunting pada usia dua tahun dapat memengaruhi kecerdasan kognitif anak. Penelitian lain juga menunjukkan kalau stunting pada balita berhubungan dengan keterlambatan perkembangan bahasa dan motorik halus. Dan stunting yang terjadi pada usia 36 bulan pertama biasanya disertai efek jangka panjang lho. Diantaranya berisiko tinggi menderita penyakit kronik, seperti obesitas, mengalami gangguan intolerans glukosa, hipertensi ataupun penyakit jantung koroner dan osteoporosis.
Mencegah Stunting pada Anak
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah sudah mulai lakukan gerakan 1.000 hari pertama kehidupan, penyuluhan gizi, suplementasi gizi pada bayi dan balita, hingga suplementasi zat besi pada ibu hamil.
Selain itu, kebutuhan kalsium anak melalui cukup asupan susu juga harus terpenuhi. Menurut penelitian, anak yang minum susu lebih rendah berisiko stunting. Ini karena susu dibuat melalui proses fortifikasi dengan tambahan vitamin dan mineral.
Dan biasakan selalu minta detail ukuran pertumbuhan Si Kecil pada dokter maupun bidan sejak ia dalam kandungan. Pastikan ukuran berat badan, tinggi badan, dan juga lingkar kepala anak Anda sesuai usianya ya, Mams. (Tammy Febriani/LD/Photo: Istockphoto.com)