Relationship

Aturan Pembagian Harta Gono Gini

By  | 

Saat menikah tentu tak ada pasangan yang mengharapkan perceraian, namun jika hal tersebut harus terjadi tentu saja akan ada perjanjian yang mengikuti proses perceraian Anda berdua. Yang seringkali jadi permasalahan adalah hak asuh anak serta harta gono gini. Hal ini kerap menjadi masalah pelik dan seringkali menimbulkan pertengkaran
berkepanjangan. Nah sebelum memutuskan melanjutkan proses perceraian, ada baiknya Anda ketahui aturan umum pembagian harta gono gini berdasarkan hukum di Indonesia. Yuk simak Mams.

Dasar Hukum Pembagian Harta Gono Gini

Pada dasarnya, perjanjian yang kuat dan mudah dipertanggungjawabkan adalah jika sebelum menikah calon suami istri telah membuat perjanian pra-nikah (prenup) yang telah disahkan  catatan sipil. Namun, jika hal tersebut tidak dilakukan, dan di Indonesia banyak sekali pasangan yang tak memiliki perjanjian pra-nikah, maka pembagian harta paska perceraian telah diatur dalam pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa
terhitung sejak pernikahan terjadi secara hukum terjadilah kebersamaan harta kekayaan di antara suami istri.

Jika terjadi perceraian, maka harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara suami dan istri. Pembagian tersebut meliputi segala keuntungan dan kerugian yang diperoleh dari hasil usaha suami maupun istri selama masa pernikahan. Nah Mams, dengan begitu artinya utang piutang juga dibagi dan ditanggung bersama, selama kegiatan utang piutang tersebut dilakukan di masa perkawinan.

Harta Lain dan Hadiah

Sedangkan harta yang dimiliki sebelum masa pernikahan, berdasarkan Pasal 35 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan menjadi hak masing-masing pihak kecuali ada perjanjian sebelumnya. Jadi, Anda tidak dapat menuntut harta yang sudah dibawa suami. Begitu pula sebaliknya, meskipun saat berumah tangga dengannya Anda kerap menggunakan harta tersebut, contohnya rumah atau kendaraan.

Selain itu, undang-undang perkawinan juga menyebutkan bahwa Anda tidak memiliki hak atas hadiah atau warisan untuk pasangan masing-masing. Kecuali pihak yang memberi hadiah atau warisan menunjuk Anda berdua sebagai penerima hadiah atau warisan tersebut.

Tunjangan Mantan Istri dan Anak

Bagi suami yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil, TNI, serta Polisi maka kewajiban menafkahi mantan istri dan anak telah diatur dalam PP No. 45 tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil yang menyebutkan mantan istri serta anak masing-masing mendapatkan 1/3 dari jumlah gaji Si Pegawai.

Jika mantan suami bukan Pegawai Negeri maupun TNI dan Polisi, maka hal tersebut dapat dibicarakan secara kekeluargaan untuk kemudian disahkan secara hukum. Atau Anda dapat mengajukan gugatan di peradilan agama.
Pada umumnya, mantan suami berkewajiban memberikan tunjangan kepada Anda di masa iddah selama 4 bulan 10 hari. Untuk tunjangan anak diberikan hingga usia 21 tahun atau dapat diperpanjang hingga usia 25 tahun jika di
usia tersebut ia masih mengenyam pendidikan. (Karmenita Ridwan/LD/Photo: Istockphoto.com, Sumber: Arlin Ferdiansyah, SH)

Shares