Health
Mengenal Difteri Pada Anak
Difteri merupakan penyakit yang menyerang selaput lendir pada hidung serta tenggorokan dan terkadang juga dapat memengaruhi kulit. Penyakit ini sangat menular lho, Mams, dan termasuk infeksi serius yang dapat mengancam jiwa jika tidak segera ditangani.
Penyebab
Difteri disebabkan oleh dua jenis bakteri, yaitu Corynebacterium diphtheriae dan Corynebacterium ulcerans. Masa inkubasi (saat bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul) penyakit ini umumnya dua hingga lima hari.
Gejala
Gejala-gejala yang mengindikasikan penyakit ini meliputi:
- Demam dan menggigil.
- Lemas dan lelah.
- Hidung beringus. Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang berdarah.
- Terbentuknya membran abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel.
- Sakit tenggorokan dan suara serak.
- Sulit bernapas atau napas yang cepat.
- Pembengkakan kelenjar limfa pada leher.
Difteri juga terkadang dapat menyerang kulit dan menyebabkan bisul. Bisul-bisul tersebut nantinya akan sembuh dalam beberapa bulan, tapi biasanya akan meninggalkan bekas pada kulit anak.
Bila anak mengalami gejala tersebut diatas, segera periksakan anak ke dokter ya, Mams. Karena penyakit ini harus diobati secepatnya untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Penularan Difteri
Penyebaran bakteri ini dapat terjadi melalui:
- Udara, misalnya saat orang yang menderita difteri batuk atau bersin.
- Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, misalnya mainan atau handuk.
- Sentuhan langsung pada bisul akibat difteri di kulit penderita. Penularan ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan kebersihannya tidak terjaga.
- Kontak langsung dengan hewan-hewan yang sudah terinfeksi, seperti sapi misalnya.
- Meminum susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi.
- Makanan yang terbuat dari susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi.
Bakteri difteri ini akan memproduksi toksin yang akan membunuh sel-sel dalam tenggorokan. Sel-sel yang mati tersebutlah yang akan membentuk membran abu-abu pada tenggorokan. Di samping itu, toksin juga dapat menyebar lewat darah dan menyerang jantung serta sistem saraf.
Orang yang sudah menerima vaksinasi difteri ini pun masih bisa terinfeksi penyakit ini. Namun mereka biasanya tidak menunjukkan gejala saat sedang terinfeksi. Tetapi Mamas harus tetap waspada karena mereka juga dapat menularkan difteri.
Pengobatan
Awalnya diagnosis difteri ini terlihat dari gejalanya, misalnya sakit tenggorokan pada Si Kecil yang disertai pembentukan membran abu-abu. Dokter juga dapat mengambil sampel dari lendir di tenggorokan, hidung, atau bisul untuk diperiksa di laboratorium.
Jika memang Si Kecil diduga tertular difteri, dokter akan segera memulai penanganan, bahkan sebelum ada hasil laboratorium. Dokter akan menganjurkannya untuk menjalani perawatan dalam ruang isolasi di rumah sakit. Langkah pengobatan yang akan diberikan oleh dokter adalah dengan memberikan dua jenis obat, yaitu antibiotik dan antitoksin. Antibiotik akan membantu tubuh untuk membunuh bakteri dan menyembuhkan infeksi. Dosis penggunaan antibiotik yang diberikan tergantung pada tingkat keparahan gejala dan lama pasien menderita difteri. Sementara antitoksin berfungsi untuk menetralisasi toksin atau racun difteri yang menyebar dalam tubuh.
Bagi penderita yang mengalami kesulitan bernapas karena hambatan membran abu-abu dalam tenggorokan, dokter akan menganjurkan proses pengangkatan membran. Sedangkan penderita difteri dengan gejala bisul pada kulit dianjurkan untuk membersihkan bisul dengan sabun dan air secara seksama. Selain penderita, orang-orang yang berada di dekatnya juga disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter karena penyakit ini sangat mudah menular. Misalnya, keluarga yang tinggal serumah atau petugas medis yang menangani pasien difteri.Dokter akan menyarankan mereka untuk menjalani tes dan memberikan antibiotik. Terkadang vaksin difteri juga kembali diberikan jika dibutuhkan. Hal ini dilakukan guna meningkatkan proteksi terhadap penyakit ini.
Pengobatan difteri harus segera dilakukan untuk mencegah penyebaran sekaligus komplikasi yang serius, terutama pada penderita anak-anak. Diperkirakan hampir satu dari lima penderita difteri balita dan berusia di atas 40 tahun yang meninggal dunia diakibatkan oleh komplikasi.
Komplikasi Difteri
Jika tidak diobati dengan cepat penyakit ini dapat memicu beberapa komplikasi yang berpotensi mengancam jiwa. Beberapa di antaranya meliputi:
- Masalah pernapasan.
- Kerusakan jantung.
- Kerusakan saraf.
- Difteri hipertoksik. Difteri hipertoksik merupakan difteri yang parah, yang akan memicu pendarahan yang parah dan gagal ginjal.
Pencegahan Difteri
Langkah pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah dengan vaksin. Pencegahan difteri tergabung dalam vaksin DPT. Vaksin ini meliputi difteri, tetanus, dan pertusis atau batuk rejan.
Vaksin DPT adalah salah satu dari lima imunisasi wajib bagi anak-anak di Indonesia. Pemberian vaksin ini dilakukan lima kali pada saat anak berusia dua bulan, empat bulan, enam bulan, 1,5-2 tahun, dan lima tahun. Perlindungan tersebut umumnya dapat melindungi anak terhadap difteri seumur hidupnya. Tetapi vaksinasi ini dapat diberikan kembali pada saat anak memasuki masa remaja atau tepatnya saat berusia 11-18 tahun untuk memaksimalisasi keefektifannya. Penderita difteri yang sudah sembuh juga disarankan untuk menerima vaksin karena tetap memiliki risiko untuk kembali tertular penyakit yang sama. (Tammy Febriani/LD/Photo: Istockphoto.com)