Parenting

Yang Harus Diketahui tentang Adopsi

By  | 

Ada berbagai alasan sebuah keluarga mengadopsi anak, mulai dari tidak bisa memiliki anak kandung hingga alasan kemanusiaan. Namun, sebelum melakukan adopsi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dan dipelajari. Apa saja hal tersebut? Smart Mama akan membahasnya untuk Anda.

Pelajari Hukum dan Persyaratannya
Dasar hukum yang harus Anda pegang jika ingin mengadopsi anak adalah Peraturan Pemerintah no. 54 tahun 2007 yang dalam pasal 1 butir 2 menyebutkan: “Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orangtua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan orangtua angkat.” 

Dalam pernyataan tersebut jelas bahwa mengadopsi anak adalah perbuatan hukum, oleh karena itu mutlak bagi Anda untuk menempuh jalur hukum saat akan melakukan adopsi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.

Secara hukum, persyaratan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
Syarat calon anak angkat

  • Berusia di bawah 18 tahun.
  • Merupakan anak terlantar atau diterlantarkan.
  • Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak.
  • Memerlukan perlindungan khusus.

Syarat calon orangtua angkat:

  • Sehat jasmani dan rohani.
  • Berusia minimal 30 tahun dan maksimal 55 tahun.
  • Beragama sama dengan agama calon anak angkat.
  • Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak
    kejahatan.
  • Berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun.
  • Tidak merupakan pasangan sejenis.
  • Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak.
  • Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial.
  • Memperoleh persetujuan anak dan ijin tertulis orang tua atau wali anak. 
  • Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi
    kepentingan terbaik anak, kesejahteraan, dan perlindungan anak.
  • Adanya laporan sosial atau pekerja sosial setempat.
  • Tidak mengasuh calon anak selama 6 (enam) bulan sejak izin pengasuhan
    diberikan.
  • Memperoleh izin Menteri dan/atau Kepala Instansi Sosial.

Dokumen Penting
Banyak pertanyaan dari para Smart Mama adalah bagaimana dokumen seperti akte kelahiran, kartu keluarga, dan dokumen penting lainnya yang menyangkut masa depan Si Kecil? Menurut Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dalam kasus adopsi, orangtua angkat berhak mencantumkan namanya dalam akte kelahiran Si Anak meskipun statusnya tetap anak adopsi, sehingga dokumen lain yang mengikuti seperti kartu keluarga juga akan menggunakan nama orangtua angkat.

Kesiapan Fisik dan Mental
Jika secara hukum Anda sudah memenuhi syarat, kini saatnya Anda dan pasangan memikirkan kesiapan fisik maupun mental. Meskipun Anda berdua sangat mengingingkan seorang anak, mengadopsi bukanlah hal yang mudah, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan:

  • Membuat kesepakatan yang kuat antara suami istri bahwa memang Anda berdua sama-sama ingin mengadopsi anak dan akan bertanggung jawab penuh dalam membesarkan anak tersebut bersama-sama, termasuk memikirkan kemungkinan terburuk jika Anda dan pasangan berpisah nantinya.
  • Baik Anda maupun pasangan harus siap menerima anak adopsi tersebut apa adanya baik secara fisik maupun mental, termasuk risiko jika nantinya ia memiliki cacat atau penyakit turunan.
  • Anda dan pasangan bersedia mengubah ritme kehidupan setelah kehadiran Si Kecil di tengah keluarga Anda.

Jika Anda sudah memiliki anak kandung atau setelah adopsi kemudian Anda hamil dan memiliki anak kandung, tanamkan dalam diri Anda berdua untuk memperlakukan anak angkat sama dengan anak kandung Anda.

Komitmen dengan Keluarga
Jika orangtua kandung anak angkat Anda masih hidup, sebaiknya Anda membuat perjanjian berkekuatan hukum sejak awal dengan mereka, karena meskipun sudah ada prosedur hukum terkadang orangtua kandung masih merasa berhak penuh atas anaknya. Maka dari itu Anda harus menegaskan apakah Anda memperbolehkan mereka bertemu atau tidak serta memutuskan kapan akan memberi tahu anak tentang identitasnya.

Begitu juga dengan keluarga besar, buat perjanjian khusus untuk tidak membocorkan rahasia tersebut hingga Anda dan pasangan yang memutuskan untuk memberitahu Si Kecil.

Haruskah Si Kecil Diberitahu?
Dilema terberat dari orangtua angkat adalah hal satu ini. Tetapi menurut seorang dokter anak dan psikiater, dr. Steven Nickman, seorang anak adopsi harus diberitahu mengenai identitas serta asal usulnya. Dan waktu yang ideal untuk memberitahu anak adalah saat usianya 6-8 tahun. Anda pasti bertanya-tanya, apakah tidak terlalu dini? Menurut Steven, di usia tersebut anak sudah merasa secure sehingga sudah dapat menerima pemikiran tentang adopsi. Menunggu hingga ia dewasa justru sangat tidak bijak karena akan membuat kepercayaan diri Si Anak menurun dan hilang kepercayaan pada orangtuanya sendiri.

Smart Mama Story
Dua orang sahabat Smart Mama ini berbagi pengalaman mereka soal adopsi anak, yuk ikuti kisah mereka. Layak jadi inspirasi!

“Sejak awal pernikahan kami memang sudah mengetahui ada permasalahan pada kesuburan suami, jadi agak sulit bagi kami memiliki seorang anak. Menjelang usia pernikahan kami yang keempat, tiba-tiba keluarga dekat suami hamil tanpa ada suami dan berniat menyerahkan bayi tersebut pada panti asuhan. Mendengar hal tersebut kami tidak tega dan toh saya dan suami juga belum memiliki anak. Akhirnya kami memutuskan mengadopsi bayi perempuan tersebut. Meskipun sangat excited, terus terang kami kaget juga, yang tadinya hanya hidup berdua, dalam sehari harus merawat seorang newborn, seluruh ritme kehidupan juga berubah. Tapi saya sangat bahagia dengan kehadirannya yang sangat memberi warna dalam kehidupan kami. Lucunya, anak kami sangat mirip dengan suami saya sehingga tidak ada yang menyangka ia adalah anak adopsi. Kini putri kami sudah berusia 3 tahun, sudah mulai masuk pre-school dan sedang lucu-lucunya. Jika ditanya kapan saya akan memberitahu statusnya, saya belum mau memikirkannya. Saat ini saya hanya ingin menikmati keluarga kecil kami saja dulu, biarkan nanti waktu yang tepat akan datang dengan sendirinya.”
Anti* 35 tahun, mama dari Kinara* 3 tahun

“Setelah menikah selama delapan tahun dan telah melalui berbagai perawatan serta pengobatan untuk memiliki anak termasuk program bayi tabung tapi gagal, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk adopsi bayi. Setelah mencari kesana kemari, akhirnya sebuah yayasan menawarkan seorang bayi perempuan pada kami. Bayi ini lahir dari keluarga kurang mampu yang sudah memiliki tujuh orang anak. Akhirnya setelah melalui prosedur hukum yang sah kami membawa bayi tersebut pulang. Namun di minggu-minggu pertama saya merasa kurang peka terhadap keinginannya dan bingung bagaimana cara merawatnya. Saya pun berkonsultasi dengan para mama termasuk mama yang juga mengadopsi anak seperti saya. Akhirnya saya mulai belajar mengenal bayi saya tersebut, mempelajari tangisannya, berusaha mengerti apa maunya, dan kami pun bisa attached satu sama lain. Saya sengaja tidak menggunakan jasa nanny agar bisa lebih dekat dengannya. Kini, saya dan Allessa seperti tidak terpisahkan. Di  usianya yang ke 5  tahun ini, ia tumbuh menjadi gadis kecil lincah yang meskipun keras kepala tapi sangat murah hati. Sejauh ini keluarga besar dari pihak saya maupun suami sangat kooperatif dan menjaga rahasia ini dengan rapat. Terus terang saja, saya ingin menangis kalau ingat suatu hari saya harus memberitahu tentang sejarah hidupnya. Mungkin jika saatnya tiba saya harus betul-betul siap mental. Doakan saya ya…”
Andini* 38 tahun, mama dari Allessa* 5 tahun (Karmenita Ridwan/LD/Photo:Istockphoto.com)

*Bukan nama sebenarnya.

Shares